Kumpulan puisi ini telah terbit pada Juni 2016 (Gramedia Pustaka Utama). Silakan hubungi purnamarisa@gmail.com untuk pemesanan khusus dari penulis. Jumlah edisi terbatas.
Timbang Pandang Terhadap Buku
Dalam puisinya, penyair ini membiarkan alusi menjadi alusi, tidak ketakutan kemudian
menjadikannya sekedar catatan kaki, atau malah tergoda menjadikannya bahan
pamer. Di sana-sini juga muncul empati sosial yang dideskripsikan dengan
lembut. Pengendapan emosi, intensitas, dan kesubliman merupakan kekuatan
manuskrip ini di samping kemampuan berbahasa yang baik.
—Dewan
Juri Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015
Puisi-puisi karya Purnama selalu bagai
jalan berkelok yang ditumbuhi beragam tanaman hias di kanan-kirinya. Pada
setiap kelokan kita menemukan kejutan, yang membawa kita pada pemandangan
mengagumkan. Diksinya diperhitungkan secara matang, hingga membentuk rima yang
original, dan akhirnya menumbuhkan musikalitas yang
selalu merdu kalau dibaca. Dalam tatanan struktur yang rapi, puisi-puisinya
mudah membuat pembacanya terhanyut, karena menyediakan berbagai pintu untuk
ulang-alik merebut makna atau sekadar sensasi keindahannya. Penyair ini sangat
menghargai kata dan bahasa, sehingga ia tak pernah bermain-main dalam menyusun
gramatika. Justru karena itu Purnama memperlihatkan kecerdasannya dalam
menyiasat kata-kata biasa menjadi puisi yang meneduhkan.
—Putu Fajar
Arcana,
Redaktur Budaya Kompas Minggu,
penyair, dan cerpenis.
Di dalam sebagian besar kumpulan sajak ini, Purnamasari mengajak kita
untuk keluar dari tradisi etno- dan ego-sentris dari kebanyakan penyair Bali
modern: bukan diri yang dibicarakan, dan diajak merasakan, tetapi “yang lain”.
Si “lian” itu dirangkul di dalam ruang yang beda, status sosial yang beda, atau
politik dan budaya yang beda. Tetapi justru karena diakui sebagai “beda”,
“kelianan” itu hilang dengan sendirinya, larut di dalam kebersamaan Sang
Manusia.
—Jean Couteau, Budayawan dan Kritikus Seni.
—Jean Couteau, Budayawan dan Kritikus Seni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar