Karena
tidak ada yang saya niat kerjakan sore tadi, saya sekadar mengutak-atik isi
laptop. Pindahkan foto. Edit beberapa potret. Hapus koleksi musik, dan rapikan
folder rekaman wawancara yang sampai sekarang malas saya turunkan. Hingga
ketemulah saya dengan film Forrest Gump yang sudah beberapa lama saya simpan.
Ada rasa
yang lain kalau kita saksikan sebuah tayangan film untuk ke sekian kalinya.
Lebih-lebih Forrest Gump yang saya punya tidak ada transkrip alih-bahasanya.
Murni English. Dan menyaksikan film
itu saat kali yang kedua, saya mulai terheran-heran, betapa banyaknya kosakata
yang dulu saya lewat pahami, dan kini tiba-tiba saya sadari.
Saya
jeda sejenak di tengah pemutaran. Leher pegal juga duduk di kursi yang kaku
dalam kamar kos seraya menatap layar komputer 11 inchi ini. Maka saya kenakan
jaket, mengambil ransel, dan keluar untuk sekadar mencari udara segar.
Niatannya
sih hanya istirahat sebentar dan merenggangkan sekujur tubuh dengan
berjalan-jalan di sekitar rumah pondokan. Tapi cari angin itu keterusan oleh
pikiran hendak menyeberang ke ruas besar Margonda dan mampir sebentar ke satu kios
kembang tahu.
Belum
pernah sebelumnya saya coba makan kembang tahu. Dalam benak mulanya, kembang
tahu itu kira-kira seperti tofu goreng yang biasanya ada pada sapo tahu masakan
China. Rupa-rupanya ini berbeda. Kembang tahu ternyata penganan tahu dengan air
jahe panas, butiran gula merah, dicampur remahan kacang tanah yang disangrai.
Kembang
tahu itu saya bungkus untuk dinikmati di pondokan. Namun, bukannya langsung
pulang, saya malahan berjalan ke rute memutar. Keinginan buat merenggangkan
tubuh rupanya masih lekat di badan. Bahkan saya masih sempat mampir ke toko 24
jam guna membeli penganan lain serta beberapa minuman manis.
Hal yang
celaka adalah, tatkala saya bersiap melanjutkan nonton Forrest Gump (kalau
tidak salah di adegan orasi Gump di hadapan demonstran perdamaian di Monumen
Washington), kembang tahu itu saya buka dan cicipi, ah, ia kedapatan sudah tak
panas lagi. Hambar dingin. Persis wajah Lieutenant Dan pada perayaan tahun baru
di sebuah kafe malam.
Yah, mau
bagaimana lagi. Pelan-pelan saya habiskan kembang tahu itu. Rasanya memang ‘sesuatu’,
menelan penganan yang lumer di mulut sambil mengira-ngira rasa manis, pedas
jahe dan hambar kedelai. Juga sambil menonton dengan sabar untuk menunggu adegan-adegan
yang dilatari musik-musik oldies
Amerika. Lucu betul. Ini kegiatan lucu yang kemudian saya tahu hanya sia-sia
saja dilakoni. Tak ada manfaatnya. Kira-kira begitu.
Agaknya
motivasi saya menonton kembali Forrest Gump lebih dikarenakan keinginan untuk
mendengarkan potongan-potongan musik era 1960an itu. Saya sangat
menunggu-nunggu Free Bird-nya Lynyrd
Skynyrd ketika Jenny menimbang ragu hendak meloncat dari gedung tinggi. Atau Turn! Turn! Turn! dari The Byrds, yang liriknya
begitu saya sukai. Juga The Doors lewat People
Are Strange-nya. Cuma saya merasa geli juga, sewaktu menyadari kalau Sloop John B dari grup favorit saya,
Beach Boys, hanya disertakan sebentar sebagai siaran radio sebelum Lieutenant
Dan menunaikan ‘panggilan alam’-nya di Vietnam. Duh.
Nonton
Forrest Gump di kali yang kedua itu membuat saya nostalgia dengan
kenangan-kenangan masa lalu. Yang muncul dalam pikiran saya bukan lagi
makna-makna cerita atau arti mendalam dari kutipan-kutipan dialognya,
melainkan selintas angan perihal lagu-lagu soundtrack-nya.
Sempat
terpikir sesaat, betapa orang-orang penyaksi Forrest Gump tentu teringat-ingat
pula pada single yang diputar itu, dan seketika merujuk pada pengalaman mereka
di waktu silam. Saya yang lahir di era 1980an—dan notabene belum punya rujuk
kenangan apapun tentang masa itu—masih begitu terngiang pada musik-musik
tersebut. Dan minimal, musik-musik itu membuat saya berandai-andai akan hal apa
saja yang dilakukan anak-anak muda di era tersebut.
Sementara
soal kembang tahu, saya belum tahu ia akan jadi kenangan seperti apa. Hanya
dulu saya sempat simak cerita kawan masa kecil yang mengenangkan pengalamannya
ke Pontianak. Apakah dia pernah makan kembang tahu di sana, yang membuat saya pergi
mencarinya ke kios seberang itu? Kelihatannya demikian. Hanya saya kecele untuk
kedua kalinya. Sebab setelah saya kontak, kawan tadi ternyata kelupaan adakah
pernah cicip kembang tahu atau tidak.
Ah,
biarlah. Saya tuntaskan saja kembang tahu dan film Forrest Gump itu. Sambil
saya kirim pesan pada teman tersebut: “Nanti aku kabarkan gimana rasanya yah!”
Jakarta, 23 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar